TEMBILAHAN DAN BUDAYA BANJARNYA



Sejarah Lokal

Tembilahan dan Budaya Banjar
                            




 Oleh :
Masnur Afika Rizaxi
1105120626


Pendidikan Sejarah
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Riau
T.A 2012/2013






Kata pengantar

Bismillahirrahmanirrahim, alhamdulillah segala puji syukur kehadirat Allah sang Ilahi Rabbi, karena atas berkah rahmat dan hidayahNya penulis mencoba menulis sedikit mengenai suku banjar, terutama yang ada di Tembilahan, dimana  Suku banjar merupakan suku asli dari Kalimantan.
Suatu pertanyaan besar, mengapa suku banjar bisa sampai ke Tembilahan. Yang kita ketahui tembilahan yang berada di kabupaten Indragiri Hilir provinsi Riau merupakan daerah  dari tanah melayu. Dimana mayoritas penduduk aslinya adalah orang melayu.
Penulis mencoba membeberkan sedikit mengenai suku banjar yang ada, terkhusus daerah Tembilahan. Penulis mohon maaf apabila adanya kesalahan baik dalam penulisan atau pun dalam pembuatan makalah ini, karena setiap manusia tidak pernah terlepas dari yang namanya kesalahan. Semoga apa yang di tulis dapat bermanfaat untuk para pembaca.

                                                                                            Pekanbaru, Desember 2012

                                                                                                            Penulis



Daftar Isi

Kata Pengantar………………………………………………………………………………. …i
Daftar Isi…………………………………………………………………………………….. …ii
Bab I Pendahuluan
1.      Latar Belakang………………………………………………………………………..  1
2.      Rumusan Masalah……………………………………………………………………..  1
3.      Tujuan…………………………………………………………………………………  1
Bab II Pembahasan Suku Banjar
1.      Suku Banjar…………………………………………………………………………… 2
1.1. Pendekatan Primordialisme………………………………………………………. 4
1.2. Pendekatan konstruktifis atau situasionalis………………………………………. 5
2.      Perpindahan ke sumatera dan Malaysia……………………………………………….  6
3.      Hubungan dengan orang suku Dayak………………………………………………… 7
4.      Agama dan budaya……………………………………………………………………  8
Bab III Pembahasan Banjar di Tembilahan
1.        Tembilahan…………………………………………………………………………….  9
1.1.Batas kota Tembilahan…………………………………………………………….  9
1.2.Geografis………………………………………………………………………….  9
1.3.Penduduk………………………………………………………………………….. 10
2.         Banjar di Tembilahan………………………………………………………………... 10
Bab IV Penutup
1.      Kesimpulan…………………………………………………………………………..        15
2.      Saran………………………………………………………………………………..  15

Daftar Pustaka………………………………………………………………………….  16
Lampiran
Kamus Bahasa Banjar…………………………………………………………………………     17



Bab I
Pendahuluan

1.      Latar Belakang
Suatu keunikan tersendiri untuk mengkaji bagaimana suku asli yang berasal dari Kalimantan bisa berada di daerah yang bisa dikatakan memiliki penduduk asli yang mayoritasnya adalah orang melayu.  Dari sumber yang didapat, suku banjar di tembilahan  sudah generasi ke-5.  Bahkan hampir 60% penduduk Tembilahan adalah orang banjar. Bahasa sehari-hari yang di gunakan di tembilahan adalah bahasa banjar. Bahkan banyaj tradisi-tradisi banjar yang masih berkembang di tengah masyarakat sampai pada saat sekarang ini.
2.      Rumusan Masalah
Pada makalah ini penulis akan membahas sedikit tentang Bagaimana jejak-jejak orang banjar di tanah melayu, serta bagaimana bisa berkembangnya kebudayaan dan tradisi pada masyarakat Tembilahan.
3.      Tujuan
Tujuan dari penulis untuk membahas masalah ini adalah lebih mengenalkan mengenai suatu buday, dan beberapa aspek lainnya. Pengenalan ini di perlukan untuk generasi bangsa, dimana Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika dengan berbagai macam budaya, etnis, suku dan lain sebagainya bisa bersatu. Semua itu juga harus di dorong dengan pengenalan tentang budaya dan beberapa aspek lainnya untuk bersatunya bangsa dan Negara.



Bab II
Pembahasan
                                                             Suku Banjar      

1.      Suku Banjar
Dengan perkembangan zaman sampai pada saat ini, persebaran Banjar terjadi ke berbagai tempat di Nusantara, maka komunitas orang Banjar juga terdapat di provinsi lainnya di Indonesia dan bahkan di Malaysia, Singapura, Brunei, Pattani, dan Mindanao. Oleh karena itu, dikenal pula sebutan, seperti: Bubuhan Banjar Tembilahan, Bubuhan Banjar Sapat, Bubuhan Banjar Kuala Tungkal, Bubuhan Banjar Samarinda, Bubuhan Banjar Malaysia, dan lain sebagainya. Yang menjadi persoalan kemudian adalah apakah yang dimaksud orang Banjar itu etnis ataukah grup (campuran kebudayaan berbagai etnis).
 Yang menjadi pertanyaannya sekarang adalah Siapakah orang Banjar itu? Bagaimanakah asal-usul dan perkembangannya? Hingga saat ini memang belum ada telaah dokumen lintasan sejarah yang memadai atau komprehensif tentang rekonstruksi kesejarahan asal-usul etnis Banjar yang bermukim di Kalimantan Selatan. Umumnya, deskripsi latar belakang kesejarahan etnis Banjar lebih banyak berupa asumsi-asumsi yang didasarkan kepada data-data yang masih terbatas, dan kadang menimbulkan kontroversi atau silang pendapat.
Salah satu sumber yang seringkali dijadikan rujukan untuk merekonstruksi identitas orang Banjar adalah Hikayat Banjar, yakni sebuah bentuk historiografi tradisional yang isinya sarat dengan unsur-unsur sastra yang imajinatif, mitos, dan pandangan hidup yang bercampur baur dengan unsur faktual dari peristiwa masa lalu.
J.J. Ras dalam Marco Mahin (2004) menggolongkan Hikayat Banjar sebagai “a malay myth of origin”, yang artinya realibilitas data sejarahnya diragukan, tetapi sebagai teks sastra yang diproduk ketika masalah etnisitas belum menjadi issue hangat seperti sekarang ini, ia adalah sumber valid dan dapat diperhitungkan.
Siapakah orang Banjar itu? Etnis Banjar adalah orang-orang Banjar yang bertempat tinggal di Kalimantan Selatan. Mereka terdiri atas beberapa subetnis, yakni subetnis Banjar Kuala, subetnis Banjar Hulu (Pahuluan), maupun subetnis Batang Banyu.Noerid Haloei Radam (1996 dan 2001) maupun Alfani Daud (1997) menyatakan bahwa orang Banjar modern itu terbentuk dari adanya pertemuan dan percampuran antar kelompok Ngaju, Ma’anyan, dan Bukit yang menghasilkan tiga kelompok subetnis, yaitu Banjar Kuala, Banjar Batang Banyu, dan Banjar Pahuluan. Ketiga subetnis inilah yang sekarang disebut Etnis Banjar.
Ada pula yang mengatakan bahwa masyarakat Banjar di Kalimantan Selatan bukan semata etnis melainkan juga grup, karena secara sosiologis merupakan percampuran berbagai etnis kebudayaan, seperti kebudayaan Melayu, Bukit, Ngaju, dan Ma’anyan. Akan tetapi, memang diakui bahwa unsur Melayu terlihat lebih dominan, sebagaimana tercermin antara lain dari faktor kebahasaan.
Disebutkan bahwa secara historis, etnis Banjar merupakan hasil pembauran yang berlangsung lama antara suku bangsa Melayu Tua (Proto Melayu) yang mendiami daerah Kalimantan Selatan, dengan suku bangsa yang datang kemudian, yaitu Melayu Muda (Deutero Melayu) yang mendiami daerah-daerah pantai dan tepian sungai besar (Depdikbud Kalsel, 1982). Atas dasar pola genealogis masyarakat Banjar, maka istilah Banjar sebenarnya bukan sekedar konsep etnis semata, namun juga dikaitkan dengan konsep politis, sosiologis, dan agamis. Banjar adalah juga sebuah nama kerajaan Islam yang pada awalnya terletak di Banjarmasin.
Dalam proses pembentukan Kerajaan Banjar maka Banjar Masih dengan pelabuhan perdagangannya yang disebut orang Ngaju sebagai Bandar Masih (Bandarnya orang Melayu) dijadikan sebagai ibukota kerajaan Banjar yang kemudian menjadi kota Banjarmasin.
Dalam Hikayat Banjar disebutkan bahwa proses “pembanjaran” itu bermula dari datangnya saudagar Ampu Jatmika di pulau Hujung Tanah, mereka dan keturunannya kemudian mendirikan kerajaan Negara Dipa, Negara Daha, dan Kesultanan Banjarmasin.
Dalam hikayat itu, ditemui istilah-istilah yang disandingkan dengan kata “Banjar” yang pada umumnya mengacu kepada pengertian wilayah kesultanan, yaitu wilayah kerajaan dimana penduduknya disebut orang Banjar dan rajanya disebut Raja (Sultan) Banjar (Usman, 1995).
Kerajaan Banjar adalah nama lain dari sebutan Kerajaan Banjarmasin atau Kesultanan Banjar. Pengaruh Kesultanan Banjar melebar meliputi gabungan seluruh wilayah yang saat ini dikenal sebagai Provinsi Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan sebagian Kalimantan Timur bahkan ada beberapa daerah yang pada saat ini masuk wilayah Provinsi Kalimantan Barat (Ideham, dkk., 2003).
Kerajaan Banjar yang berkembang sampai abad ke-19 merupakan sebuah kerajaan Islam merdeka dengan kesatuan wilayah geografis yang dihuni oleh suatu bangsa dengan nama bangsa Banjar. Ketika kesultanan jatuh ke dalam kekuasaan kolonial Belanda, maka status bangsa Banjar turun derajatnya menjadi bangsa jajahan. Mereka tidak lagi disebut sebagai suatu bangsa (nation) akan tetapi hanya sebagai Urang Banjar (Usman, 1989).  
Selain bahasa dan budaya, maka etnis Banjar juga dikonstruksikan sebagai sukubangsa yang beragama Islam sebagaimana antara lain dilekatkan oleh Alfani Daud (1997) maupun Noerid Haloei Radam (1996). Namun konstruksi itu mengandung sejumlah persoalan karena asumsi atau pendekatannya yang bersifat primordialisme, kasus seperti “menjadi orang Banjar setelah memeluk agama Islam” yang telah terjadi sejak Islamisasi di awal pembentukan Kesultanan Banjarmasin, kini masih terjadi pada orang Dayak yang memeluk agama Islam. Oleh karena itu, agama Islam lekat dengan kehidupan seni budaya dan adat istiadat orang Banjar. Berbagai upacara daur hidup dari kelahiran, anak-anak, dewasa, perkawinan, dan kematian selalu dilandasi atau paling tidak dipengaruhi oleh unsur-unsur Islam yang kadang berbaur dengan sisa-sisa kepercayaan lama.

Terdapat dua pendekatan mengenai asal-usul suku Banjar. Pertama, pendekatan primordialisme yang dikemukakan oleh Alfani Daud. Dan yang  Kedua, adalah pendekatan konstruktifis atau situasionalis yang pada mulanya dikemukakan oleh Idwar Saleh (1986), kemudian dikembangkan oleh Marko Mahin (2004).

1.1.             Pendekatan primordialisme

Menurut  Alfani Daud (1997; 2004: 85) suku bangsa Banjar ialah penduduk asli sebagian wilayah provinsi Kalimantan Selatan, yaitu selain kabupaten Kota Baru. Mereka diduga berasal dari  penduduk asal Sumatera atau daerah sekitarnya lebih dari seribu tahun yang lalu. Setelah sekian lama, dan setelah bercampur dengan suku asli yang ada di kalimantan, yang biasanya di sebut dengan suku Dayak, dan dengan imigran yang datang kemudian, akhirnya terbentuklah setidak-tidaknya lima subsuku, iaitu:
a.                    Banjar Pahuluan
b.                    Banjar Batang Banyu
c.                    Banjar Kuala
d.                    Banjar Alai
e.                    Banjar Kaluak
Orang Pahuluan ialah penduduk daerah lembah sungai-sungai (cabang sungai Negara) yang berhulu ke Pegunungan Meratus. kemudian Orang Batang Banyu mendiami lembah sungai Negara, sedangkan oang Banjar Kuala mendiami daerah sekitar Banjarmasin dan Martapura. Bahasa yang mereka kembangkan dinamakan bahasa Banjar, yang pada dasarnya  ialah bahasa Melayu– sama halnya seperti ketika mereka berada di daerah asalnya di Sumatera atau sekitarnya – yang di dalamnya terdapat banyak sekali kosa kata yang berasal dari kosa kata Dayak dan Jawa.
Nama Banjar diperoleh dari  warga Kesultanan Banjarmasin atau dianggap sebagai Banjar, sesuai dengan nama ibukotanya pada masa mula-mula didirikan. Ketika ibukota dipindahkan arah ke pedalaman, terakhir di Martapura, nama Banjar tersebut nampaknya sudah diterima umum dan tidak berubah lagi.

1.2.             Pendekatan konstruktifis atau situasionalis

Menurut Idwar Saleh (1986: 12), sebelum dan pada awal berdirinya Kesultanan Islam Banjar, etnik Banjar pada waktu itu belum menjadi suatu suku atau agama, mereka hanya sebagai seseorang atau sekelompok orang yang merujuk pada kawasan teritorial tertentu yang menjadi tempat tinggal mereka.
Idwar Saleh menyimpulkan suku Banjar terdiri dari tiga subetnik berdasarkan wilayah tempat tinggal mereka dan unsur pembentukan suku:
a.                    Banjar Pahuluan; campuran Melayu dan Bukit (Bukit sebagai ciri-ciri kelompok).
b.                    Banjar Batang Banyu; campuran Melayu, Maayan, Lawangan, Bukit dan Jawa (Maanyan sebagai ciri-ciri kelompok)
c.                    Banjar Kuala; campuran Melayu, Ngaju, Barangas, Bakumpai, Maayan, Lawangan, Bukit dan Jawa (Ngaju sebagai ciri-ciri kelompok)

2.      Perpindahan ke sumatera dan Malaysia
Suku banjar yang tersebar di sumatera dan Malaysia, dimana persebarannya tidak merata, namun juga bisa dikatakan cukup banyak di berbagai daerah di sumatera dan malaysia. Suku Banjar yang tinggal di Sumatera dan Malaysia merupakan anak cucu dari para penghijrah etnik Banjar yang datang dalam tiga gelombang migrasi besar.
Pertama, pada tahun 1780 terjadi perpindahan (transmigrasi) besar-besaran ke pulau Sumatera. Etnik Banjar yang menjadi pendatang ketika itu adalah para pendukung dari  Pangeran Amir yang kalah dalam peperangan melawan  Pangeran Tahmidullah, bisa dikatakan ini adalah perang saudara Kerajaan Banjar, karena ini terjadi di dalam kerajaan banjar itu sendiri. Mereka terpaksa melarikan diri dari wilayah Kerajaan Banjar kerana sebagai musuh politik mereka sudah dijatuhkan hukuman mati.
Kedua, pada tahun 1862 terjadi lagi perpindahan kembali yang di lakukan secara  besar-besaran ke pulau Sumatera. Etnik Banjar yang menjadi pendatang ialah para pendukung Pangeran Antasari dalam kemelut Perang Banjar. Mereka terpaksa melarikan diri dari pusat pemerintahan Kerajaan Banjar di kota Martapura dengan alasan yang sama. Yaitu karena Pasukan Residen Belanda yang menjadi musuh mereka dalam Perang Banjar sudah menguasai kota-kota besar di sebagian wilayah Kerajaan Banjar.
 Dan yang Ketiga, terjadi pada tahun 1905, etnik Banjar kembali melakukan transmigrasi besar-besaran ke pulau Sumatera. Kali ini mereka terpaksa melakukannya kerana Sultan Muhammad Seman yang menjadi Raja di Kerajaan Banjar ketika itu mati syahid di tangan Belanda.
Penghijrahan suku Banjar ke Sumatera khususnya ke Tembilahan, Indragiri Hilir terjadi sekitar tahun 1885 pada masa pemerintahan Sultan Isa,  yang merupakan raja dari kerajaan Indragiri sebelum raja yang terakhir. Tokoh Banjar yang terkenal dari daerah ini ialah Syekh Abdurrahman Siddiq bin H. Muhammad afif Al Banjari (Tuan Guru Sapat) yang berasal dari Martapura, beliau adalah seorang ulama yang memegang jabatan sebagai Mufti Kerajaan Indragiri.
Dalam masa-masa tersebut, suku Banjar juga berhijrah ke Malaysia antara lain ke negeri Kedah, Perak (Kerian, Sungai Manik, Bagan Datoh), Selangor (Sabak Bernam, Tanjung Karang),Johor(BatuPahat)dandi Malaysia Timur,  Sabah  (Sandakan,  Tenom,  Keningau,  Tawau), Sarawak (Kuching, Sri Aman).
Tokoh etnik Banjar yang terkenal dari Malaysia adalah Syeikh Husein Kedah Al Banjari, beliau adalah mufti Kerajaan Keddah. Sampai pada saait ini salah satu tokoh dari suku banjar yang juga terkenal di Malaysia  ialah Dato Seri Harussani bin Haji Zakaria yang menjadi Mufti Kerajaan Negeri Perak.
Daerah yang paling ramai terdapat etnik Banjar di Malaysia adalah daerah Kerian di Negeri Perak Darul Ridzuan. Organisasi suku Banjar di Malaysia adalah Pertubuhan Banjar Malaysia.

3.                   Hubungan dengan orang suku Dayak
Hubungan antara suku Banjar dan suku Dayak kelihatannya  selalu dalam keadaan baik. Beberapa kaum Dayak masuk Islam dan berasimilasi dengan budaya suku Banjar serta memanggil diri mereka orang Banjar. Kaum Dayak menganggap suku Banjar sebagai saudara. Ini diperkuatkan lagi dengan banyaknya perkawinan antara suku Banjar dan suku Dayak termasuk pada peringkat raja. Contohnya, Biang Lawai, isteri raja Banjar adalah dari etnik Dayak Ngaju.
Hubungan antar masyarakat dayak dan banjar semakin erat karena rasa senasib sepenanggungan melawan para penjajah. Mereka bersama-sama berperang dan beberapa pejuang yang terlibat dalam Perang Banjar adalah dari etnik Dayak. Contohnya.
a.                    Panglima Batur, dari etnik Dayak Siang Murung
b.                    Panglima Wangkang, ayahnya Dayak Bakumpai dan ibunya Banjar
c.                    Panglima Batu Balot (Tumenggung Marha Lahew), pahlawan wanita yang menyerang Kubu Muara Teweh pada tahun 1864-1865.

4.                   Agama dan budaya
Dilihat dari kenyataan yang ada, semua orang banjar yang ada memeluk agama Islam. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya ulama-ulama terkenal di nusantara ada beberapa orang diantaranya adalah orang banjar. Contohnya adalah Syeikh Muhammad Zaini Bin Abdul Ghani( Guru Sekumpul).
Mengenai budaya salah satu contohnya adalah Dalam bahasa Banjar dikenal istilah “bubuhan”. Secara sederhana, bubuhan dapat dipahami sebagai warga atau kelompok orang Banjar yang berada dalam satu ikatan kekerabatan luas yang bersandar pada garis keturunan, lokalitas (tempat kediaman), atau kesejarahan. Sebagai sebuah kelompok bubuhan, maka ada sebutan, seperti: bubuhan gusti, bubuhan Alabio, bubuhan Kuin, bubuhan kelua, bubuhan alai, bubuhan pahuluan, bubuhan paunjunan, bubuhan Banjar, dan lain sebagainya. Dalam sistem bubuhan, tetuha atau tokoh bubuhan adalah orang-orang panutan dan dia sebagai tetuha memikul tanggung jawab untuk kepentingan anggota bubuhannya.
Selain ikatan kekerabatan luas, identitas kelompok bubuhan tidak terlepas dari sejarah terbentuknya kelompok masyarakat tersebut. Sebutan “Bubuhan Banjar”, misalnya, merupakan kelompok kekerabatan yang didasarkan atas kesamaan etnis/suku/puak, bahasa dan budaya (dan belakangan juga agama, khususnya Islam) yang bertempat tinggal di Kalimantan Selatan dan beberapa daerah penyebaran orang banjar. Hal ini jelas bahwa Bubuhan Banjar membawahi berbagai kelompok bubuhan lainnya yang ada dalam masyarakat Banjar.








Bab III
Pembahasan
Banjar di Tembilahan

1.                   Tembilahan
Kota Tembilahan Kota Tembilahan berada di kabupaten Indragiri Hilir merupakan ibukota dari kabupaten Indragiri Hilir, provinsi Riau itu sendiri. Tembilahan merupakan sebuah kecamatan di Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau. Kecamatan Tembilahan memiliki luas wilayah 297,62 km². terdiri dari 6 Kelurahan yaitu : Kelurahan/Desa Tembilahan Hilir, Pekan Arba, Seberang Tembilahan, Sungai Perak,Tembilahan Kota dan Sungai Beringin Jumlah penduduk Kecamatan Tembilahan tahun 2008 adalah 61.603 jiwa.
Jumlah penduduk kota Tembilahan tahun 2010 adalah 69.505 jiwa dengan kepadatan penduduk adalah 352/km. Pertumbuhan penduduk di kota tembilahan menurut sensus BPS 2010 adalah 2,68%. Sementara rasio penduduk laki-laki dan wanita adalah 10:5 yang artinya lebih banyak penduduk berjenis kelamin laki-laki daripada wanita di tembilahan.

1.1.             Batas kota Tembilahan
Kecamatan Tembilahan memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :
a.                   Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Batang Tuaka.
b.                   Sebelah timur berbatasan dengan Kec. Kuala Indragiri dan Tanah Merah.
c.                   Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Enok.
d.                  Sebelah barat berbatasan dengan Kec. Tembilahan Ulu dan Batang Tuaka
1.2.             Geografis
Keadaan tanah daerah ini sebagian besar terdiri dari tanah gambut dan endapan sungai serta rawa-rawa. Pusat Pemerintahan Wilayah Kecamatan dari permukaan laut adalah 1 s/d 4 meter. Ditepi-tepi sungai dan muara parit-parit banyak terdapat tumbuh-tumbuhan seperti pohon Nipah dan pohon-pohon endemik untuk daerah rawa.
Karena kecamatan ini merupakan daerah gambut, maka daerah ini digolongkan daerah beriklim tropis basah, apabila diperhatikan jumlah hari hujan daerah ini yang memiliki ketinggian rata-rata 2,5 meter dari permukaan laut, tercatat hari hujan yang tertinggi pada bulan Maret 1999 yaitu 11 hari, sedangkan angka yang terendah pada bulan Juni 1999 yaitu 4 hari.

1.3.             Penduduk
Penduduk Kecamatan Tembilahan terdiri dari berbagai suku bangsa yaitu suku Banjarsuku Bugissuku Melayusuku Minang, suku Madura, suku Jawasuku Batak serta warga negara keturunan Tionghoa namun sudah menjadi warga negera Indonesia. Penduduk kota tembilahan merupakan penduduk yang multi etnis, dengan mayoritas terbesar adalah suku banjar dan minang. Sementara penduduk asli tembilahan yaitu suku melayu lebih memilih bertempat tinggal di hulu sungai siak yang membelah kota tembilahan. Mengenai  Bahasa lokal yang dipergunakan adalah bahasa banjar.

2.                   Banjar di Tembilahan
Tembilahan yang terletak di kabupaten Indragiri Hilir, provinsi Riau, memiliki berbagai suku dan etnis. Salah satunya yang terbesar yang ada di Tembilahan adalah suku Banjar, bahkan penyebaran suku banjar di kabupaten Indragiri Hilir tidak terkhusus hanya di kota Tembilahan saja, tetapi juga tersebar hampir keseluruh daerah di Indragiri Hilir. Pengurus Kerukunan Keluarga Banjar (KKB) Tembilahan Riau Madi, mengatakan tentang budaya Banjar di perantauan, bahwa suasana yang ada di Tembilahan ubah nya seperti di Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Kota Tembilahan, Riau sangat dikenal oleh orang Banjar di Kalsel. Sebagai tempat berdiam sejak ratusan tahun  lalu, banyak warga Banjar sudah tinggal di tempat tersebut secara turun temurun dalam beberapa generasi. Kabupaten Indragiri Hilir dengan ibukotanya Tembilahan ini merupakan salah satu dari sebelas kabupaten Provinsi Riau yang berada di posisi selatan. Daerah ini dapat ditempuh dengan perjalanan darat dengan mobil dari pekanbaru sebagai ibukota provinsi Riau selama tujuh jam.
Kondisi alam Riau tidak jauh berbeda dengan Kalsel, baik sungai dan floranya. Kondisi inilah yang memungkinkan orang-orang Banjar yang madam (pergi merantau) ke Tambilahan merasa betah bertani dan berkebun di sana.
Indragiri Hilir berpenduduk sekitar 639.450 jiwa yang diperkirakan warga Banjarnya sebanyak 242.991 jiwa yang tersebar di 20 buah kecamatan dan 192 desa. Warga Banjar atau keturunan orang Banjar yang menjadi penduduk disini adalah di Kecamatan Tembilahan, Tampuling, Enok, Batang Tuaka, Gaung Anak Serka, Gaung, Tanah Merah serta Kuala Indragiri. Dari delapan kecamatan yang dihuni warga Banjar tersebut, dalam berkomunikasi pada kehidupan sehari-harinya mereka  menggunakan Bahasa Banjar sebagai bahasa harian. Seluruh penduduk di Tembilahan berbahasa sehari-hari dengan Bahasa Banjar dan cenderung dengan dialek Pahuluan. Uniknya, penduduk asal Bugis, Jawa dan Cina yang ada di daerah tersebut juga berkomunikasi dengan Bahasa Banjar.
Untuk kegiatan di Pasar Tembilahan yang pedagangnya justru banyak orang keturunan Banjar, pembicaraan dalam interaksi jual-belipun mereka menggunakan bahasa banjar yang dialeknya seperti orang pahuluan.
kedatangan suku Banjar yang di wilayah produksi kopra terbesar Riau ini, disebabkan oleh berbagai alasan, tetapi jika dilihat sejarahnya hanya terdapat beberapa alasan. Alasan pertama kedatangan Suku Banjar ke Tembilahan karena ingin berguru ilmu agama Islam kepada pada ulama-ulama yang ada di wilayah ini. Kemudian adalah untuk membuka lahan pertanian karena lahan rawa yang ada di inhil menyerupai lahan rawa yang ada di Kalsel, sehingga warga Banjar pendanag itu mudah menggarap lahan itu ketimbang suku-suku lainnya. Serta alas an kedatangan orang banjar ketembilahan adalah berniaga atau berdagang karena Tembilahan merupakan kawasan yang berdekatan dengan Singapura atau kota-kota lain di Sumatera atau Malaysia.
 Badrun A Saleh (salah satu anggota DPR provinsi Riau) yang asli Tembilahan ini menyebutkan bahwa budaya Banjar di kawasan masyarakat kampung halamannya ini memang sangat mendominasi, itu terlihat dalam kehidupan keseharian serta seni budayanya.
Kesenian Banjar seperti Bamanda, Balamut, Madihin, Japen, masih sering dipentaskan pada acara-acara tertentu dalam kaitan perayaan hari besar, perayaan perkawinan, kenduri, atau bentuk hajatan yang lain selepas musim panen. Berdasarkan catatan, penduduk di Kabupaten Indragiri Hilir ini sekitar 560 ribu jiwa, 40 persen diantaranya adalah suku Banjar, disusul suku Melayu, Bugis, minang, Jawa serta etnis lainnya. Tetapi khusus kota Tembilahan, Sapat, Pulau Palas, Sungai Salak, Pangalehan,  suku banjar diperkirakan mencapai 70 persen. Keberadaan suku Banjar di tengah belantara Pulau Sumatera itu memang sulit diketahui secara pasti karena tak ada catatan atau sejarah yang menerangkan permasalahan tersebut. Tetapi berdasarkan penuturan orang tua dulu bahwa ketika Gunung Krakatau di Selat Sunda meletus sekitar abad ke-18 komunitas suku Banjar tersebut sudah berada du kawasan itu. pada awalnya keberadaan suku Banjar di kawasan ini bukan tujuan Tembilahan Riau, melainkan ke Batu Pahat Malaysia.
Eksodos suku Banjar Pahuluan ke Batu Pahat tersebut pada awalnya didasari persoalan politis dimana ketika itu kawasan Banua Lima Kalsel sedang dilanda kekacauan lantaran kedatangan penjajah Belanda di kawasan itu. Ditambah begitu banyaknya aksi kekacuan akibat gerombolan sehingga warga merasa tidak tetang dan didasari perasaaan tidak mau dijajah itulah para suku Banjar ini berimigrasi ke Batu Pahat Malaysia. Suku Banjar yang kebanyakan pergi ke Sumatera tersebut berasal dari desa Kelua, Sungai Turak, Karias, Sungai Durian, Pimping, dan daerah lain di Hulu Sungai Utara, kemudian juga dari Paringin, Lampihong, Juai, Baruh Bahinu, Awayan di Balangan, beberapa desa di Barabai, Rantau, dan Kandangan. Setelah eksodos ke Batupahat terus bertambah akhirnya masyarakat suku Banjar ini mulai menyebar ke kawasan lain yang dianggap bisa memberikan penghidupan baru.
Akhirnya pilihan suku banjar di perantuan ini jatuh ke wilayah Sapat Indragiri Hilir, karena alam di sekitar ini hampir serupa dengan Kalsel yaitu berawa-rawa Pasang surut. Bagi etnis lain sulit menggarap lahan semacam ini, kecuali terampil digarap suku Banjar asal Kalsel maupun suku Bugis asal Sulsel.
Apalagi ketika itu di Sapat Indragiri Hilir ini telah bermukim seorang ulama besar yang berasal dari Martapura Kalsel, KH Abdurahman Sidiq (mufti kerajaan Indragiri) yang dikenal seorang wali yang setia mengajarkan ilmu agama Islam diperantauan tersebut. Setelah adanya ulama ini maka kian banyak warga Kalsel yang berpindah ke kawasan ini, bukan lagi sekedar faktor politis tetapi adalah faktor agama untuk mendalami ilmu agama Islam dengan ulama besar asal kota intan Martapura ini. Makam ulama besar di di Parit Hidayah Sapat ini sekarang menjadi objek wisata religus terutama oleh penziarah dari suku banjar baik warga lokal, maupun asal Kalsel serta daerah lain seperti dari Malaysia. Pemukiman suku Banjar ini berhasil menggarap lahan pasang surut yang bergambut ini menjadi hamparan persawahan, disamping berkebun kelapa untuk dibuat kopra, serta berkebun kopi atau pinang. Pada kala itu harga kopra dari kelapa memang lagi baik, sehingga usaha “mangaring” (pemroses kelapa menjadi kopra) dianggap menguntungkan dan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat setempat.
Akhirnya usaha tersebut telah memancing kembali eksodos warga Kalsel ke Sumatera dengan alasan ekonomi yakni mencari kehidupan yang lebih baik dengan menggarap perkebunan kelapa secara besar-besaran di kawasan tersebut. Namun seiring perkembangan zaman ternyata berkebun kelapa sekarang ini sudah tidak menguntungkan lagi menyusul terjadinya perkebunan besar kelapa sawit sebagai bahan baku pembuatan minyak goreng, akhirnya kebun kelapa milik suku Banjar ini banyak yang tidak terpelihara selain harganya murah juga banyak pohon kelapa yang sudah tua sekali dan tidak produktif akhirnya ditinggalkan.
 Berdasarkan keterangan lagi suku Banjar di Sumatera khususnya Riau terdapat di Tembilahan, Pulau Palas, Sungai Salak, Pangalehan, Kuala Enok, Sapat, Enok, Kapal Pacah, kemudian di Rengat, Pekanbaru, Bengkalis dan daerah lainnya. Sementara di Propinsi Jambi suku Banjar terkosentrasi di Kuala Tungkal, di Sumatera Utara terdapat di Kampung Banjar Binjai dan Deli Serdang.
Walau penyebaran suku Banjar di Sumatera mulai meluas tetapi di kawasan  Tembilahan Indragiri Hilir kosentrasi suku Banjar tetap kuat, bahkan hubungan emosional antara Kalsel dan Tembilahan tetap terjaga dengan baik. Tukar menukar seni budaya antara Tembilahan dan kota Banjarmasin terus terjadi, bahkan beberapa ulama kharismatik Kalsel secara berkala di undang berceramah di kota tembilahan ini, seperti ulama Haji Bakeri yang beberapa kali diundang pada malam tahun baru Islam. Keberadaan ulama kharismatik, Haji Zaini Ganie sekumpul Martapura juga sering mengusik warga Tembilahan untuk pulang kampung ke Kalsel, khususnya untuk mengikuti pengajian KH Zaini Ganie yang lajim disebut guru sekumpul itu, terutama pada malam nispu sa.ban.
dari yang saya lihat secara umum guru sekumpul ini adalah begitu banyaknya foto ulama besar Kalsel ini yang berada di dinding dinding rumah penduduk, begitu juga kaset rekaman maulid habsyi yang dibawakan guru sekumpul sering berkumandang di rumah penduduk atau di pusat pasar penjualan kaset. Selain itu, terdengar banyak omongan anak muda Tembilahan yang ingin mendalami berbagai ilmu ke tanah leluhurnya di Kalsel, selain mendalami ilmu agama Islam juga ilmu-ilmu yang lain seperti ilmu bela diri, ilmu kekebalan, ilmu pesugihan, atau ilmu kebibinian (ilmu memikat perempuan). Karena dalam pandangan kaum muda suku banjar di kawasan Tembilahan ini ilmu-ilmu tersebut di atas paling baik atau lebih hebat kalau mendalami di daerah tanah leluhur mereka sendiri.
Konon sudah lebih dari 5 generasi urang banjar yang madam, migrasi, ’terdampar’ di Tembilahan. Jejak Banjar ini tercantum juga dalam prasasti Kerajaan Indragiri yang menjabat sebagi Mufti Kerajaan Selama 27 tahun, beliau lah Syeikh Abdurrahman Siddiq al Banjari atau lebih terkenal Guru Sapat. Ada 3 teori migrasi urang Banjar di Tanah Melayu, yaitu 1. Permintaan Sultan Deli untuk bercocok tanam di rawa yang hanya bisa urang Banjar melakukannya. 2. Prahara di Kerajaan Banjar yang menyebabkan hijrahnya beberapa keluarga Kerajaan Banjar ke Tanah Melayu. 3. Penyebaran agama Islam, buktinya menjadi Mufti di Kerajaan Indragiri



Bab IV
Penutup

1.                       Kesimpulan
Jadi pada intinya pembaruan kebudayaan asli masyarakat tembilahan sudah membaur dengan budaya masyarakat banjar. Dimana dominasi masyarakat banjar di beberapa daerah menunjukan adanya penerimaan atau keterbukaan masyarakat asli dengan adanya budaya baru tersebut, dan hal tersebut sudah dapat di terima oleh masyarakat.
Banyak faktor pendorong yang menyebabkan adanya suku banjar di tembilahan, Berdasarkan catatan, penduduk di Kabupaten Indragiri Hilir ini sekitar 560 ribu jiwa, 40 persen diantaranya adalah suku Banjar, disusul suku Melayu, Bugis, minang, Jawa serta etnis lainnya. Tetapi khusus kota Tembilahan, Sapat, batang tuaka, Pulau Palas, Sungai Salak, Pangalehan,  suku banjar diperkirakan mencapai 70 persen.
2.                       Saran
Melestarikan budaya merupakan tanggung jawab bersama, dimana pengaplikasian dari sikap kita terhadap perealisasian budaya tersebut haruslah terselenggara. Sebagai generasi penerus bangsa, hal itu juga akan mendorong rasa nasionalisme dan memperkuat rasa kebangsaan. Jadi, kesadaran yang tinggi untuk melestarikan budaya merupakan keharusan yang harus di tumbuhkan dalam benak masyarakat, baik itu pemudia-pemudi, maupun masyarakat umumnya.



Daftar Pustaka









LAMPIRAN
KAMUS BAHASA BANJAR

·         arai (Banjar Hulu), himung (Banjar Kuala); artinya gembira
·         hagan (Banjar Hulu), gasan (Banjar Kuala); artinya untuk
·         tiring (Banjar Hulu), lihat (Banjar Kuala); artinya melihat
·         bungas (Banjar Hulu), langkar (Banjar Kuala); artinya cantik
·         tingau (Banjar Hulu), lihat (Banjar Kuala); artinya toleh, lihat
·         balalah (Banjar Hulu), bakunjang (Banjar Kuala); artinya bepergian
·         lingir (Banjar Hulu), tuang (Banjar Kuala); artinya tuang
·         tuti (Banjar Hulu), tadi (Banjar Kuala); artinya tadi
·         ba-ugah (Banjar Hulu), ba-jauh (Banjar Kuala); artinya menjauh
·         macal (Banjar Hulu), nakal (Banjar Kuala); artinya nakal
·         balai (Banjar Hulu), langgar (Banjar Kuala); artinya surau
·         tutui (Banjar Hulu), catuk (Banjar Kuala); artinya memukul dengan palu
·         tukui (Banjar Hulu), periksa (Banjar Kuala); artinya memeriksa
·         padu (Banjar Hulu), dapur (Banjar Kuala); artinya ruang dapur
·         kau’u (Banjar Hulu), nyawa (Banjar Kuala); artinya kamu
·         diaku (Banjar Hulu), unda (Banjar Kuala); artinya aku
·         disia (Banjar Hulu), disini (Banjar Kuala); artinya disini
·         bat-ku (Banjar Hulu), ampun-ku (Banjar Kuala); artinya punya-ku
·         bibit (Banjar Hulu), ambil (Banjar Kuala); artinya ambil
·         ba-cakut (Banjar Hulu), ba-kalahi (Banjar Kuala); artinya berkelahi
·         diang (Banjar Hulu), galuh (Banjar Kuala); artinya panggilan anak perempuan
·         nini laki (Banjar Hulu), kayi (Banjar Kuala); artinya kakek
·         utuh (Banjar Hulu), nanang (Banjar Kuala); artinya panggilan anak lelaki
·         uma (Banjar Hulu), mama (Banjar Kuala); artinya ibu
·         hingkat (Banjar Hulu), kawa (Banjar Kuala); artinya dapat, bisa
·         puga (Banjar Hulu), hanyar (Banjar Kuala); artinya baru
·         salukut (Banjar Hulu), bakar (Banjar Kuala); artinya bakar
·         kasalukutan, kamandahan (Banjar Hulu), kagusangan (Banjar Kuala); artinya kebakaran
·         tajua (Banjar Hulu), ampih (Banjar Kuala); artinya berhenti
·         bapandir (Banjar Hulu), bepéndér (Banjar Kuala); artinya berbicara
·         acil laki (Banjar Hulu), amang, paman (Banjar Kuala); artinya paman


A
abut – membuat kerja dengan tenang
acan – belacan
ading – adik
alun – lemah lembut
ambin – pelantar rumah
ambung – lambung
ampal – masakan ayam/ daging dipotong besar
ampar – hampar
ampih – berhenti, sembuh
ampik – tepuk tangan
ampun – empunya
amun/ mun – jika
ancak – tempat barang dibelakang basikal
ancap – cepat
andak – letak
andika – awak, panggilan hormat
andin – rambut kanak-kanak yang dibotakkan dan ditinggal sedikit didepan atau belakang
anjung – julang
angkal – tidak dalam, tidak serius
angkung -
antal – rasa tak puas
anum – muda
apik – cermat
arai – senang
arang – tanah yang tidak diusahakan/ terbiar
aruh – kenduri
arum – harum
asaan – malu-malu
asap – sampai hati
atang – tempat memasak (dapur kayu)
atar – hantar
atawa -atau
auhi – panggil, jerit
aur – sibuk bekerja,
awak – badan
awan/ lawan/ wan – dan, dengan
awau – gema
awit – tahan lama
ayuha – marilah
B
baaci – memulakan kerja dengan bersungguh-sungguh
baal – lembap
baampik – bertepuk tangan
baasa – mula semula
baasaan – was-was, rasa malu
baastilah – membuat dengan persediaan cukup
baatui – bertenggung ditepi
babacaan – majlis pelajaran agama
bahaup – berkongsi
babak – buka ikatan/jahitan
babat – ikat
babaya – sekadar cukup
bacalumut – comot
bacuring – kotor, tanda bergaris-garis
bacurit – bertanda sedikit seperti garisan
badadas – pergi dengan cepat, tergesa-gesa
badapatan – bertemu
badarau – gotong-royong, dengan serentak
bagadang – bersembang waktu malam
bagamat – perlahan
bagana – diam/ tempat tinggal
bagarit – memburu
bagaya – bergurau
bagirap – bercahaya
bagurai – berguris kerana luka atau dicakar
bahalulong – melolong
bahambur – bertabur, buat sampah
bahandung – bersandar
bahanu – kadang-kadang
bahari – zaman dulu
bahaul – kenduri arwah
bahimat – bersungguh-sungguh
bahinak – bernafas
bahinip – menyembunyikan diri
bahira – buang air besar
bahiri – iri hati
bahual -
bahum – ikut suka hati
baigal – menari-nari
baimbai/ baumbai – bersama-sama
bair – seret
baisi – mempunyai
baistilah – bersedia dengan perancangan cukup
baisukan – pagi-pagi esok
baisur – memohon diri untuk pulang
bajarijihan – melilih, menitik-nitik
bajalikat – melekit-lekit
bajaruhutan – banyak benda bergantungan
bajungkuk – membongkok
bajurut – berderet
bakajal – bersempit-sempit
bakajut – serta merta
bakakat – merangkak
bakamih – kencing
bakarat – berkelahi
bakarik – habis licin
bakarimut – kumat-kamit
bakawak – berkeladak
bakikis – majlis becukur rambaut dan menamakan anak yang baru lahir
bakipuh – rasa kepanasan
bakirik – rasa seram, takut
bakuciak/ bakuriak – menjerit
bakulim – berdalih, merahsiakan
bakumpul – bersama suami isteri
bakunyung – berenang
bakuya – mengadu, memberitahu
bakuriak – menjerit
balalah – berjalan-jalan/ bersia-siar
balampas – tidur tanpa tilam, kelambu dll.
balanak – tanah lembik kerana hujan/berair
balancat – celah jari luka kerana air
balapak – duduk dilantai /diatas tanah
balar – calar
balarangan – bertunang
balimbai – dengan tangan kosong, berlenggang
balungan hayam – sejenis kuih
bamamai – marah-marah
bamamang – bercakap seorang diri
bamandak – berhenti
banam – bakar
bancir – pondan
bangas – bau masam kerana terlalu lama terendam
bangat – sangat
bangkang – merekah
bangkat – reban ayam
bangking – tak menjadi (kuih), terencat
banih – padi
banjur – taut, alat mengail ikan
bantas – makan dengan lahap/ kemaruk
bantat – muka sembam
banturan – tempat turun air pada atap
banyu – air
bapadaan – kita sesama kita
bapadah – memberitahu
bapala – melampau
bapalihan – tidak menyeluruh, berpilih-pilih
bapangsar – merasa terlalu sakit
bapara – datang meminang
bapiit – menyembunyikan/ memencilkan diri
bapiluk – membelok
bapira – cantik diluar berulat didalam
barabah – baring
barang-barang – 1. sembarangan 2. memerang
baranga – lalat
barantuk – bersusun
barataan – semuanya (orang)
barikit – bergetah, melekit
baririt – beratur panjang
barujihan/ bajarijihan – berbiuh
barumahan – bawah rumah
basanga – goreng
basaruan – menjemput
basasadi – sedang bersedia
basilih – tukar pakaian
basiping -
basiraput – berserabut
basurah – bercakap
basusurung – sedang menghidangkan makanan
bat – kepunyaan, hak
batabul – berpulau-pulau, tidak rata
batagar – berkarat
batahar – bersepah
batahuan – mengenal antara satu sama lain
batakun – bertanya
batalimpuh – duduk bersimpuh
batamuas – membasuh muka
batandik – menari
batanisan – menjejih, berair (sedikit) spt luka
batata – menyusun
batatapas – sedang mencuci kain
batatukar – membeli belah
batianan – mengandung
batil – sejenis kuih, bingka pisang
bating – kuih tak menjadi
batubal – tanda bercapuk/bertompok pada kain dsb.
batuha – semakin tua
batumang – ubi yang ada bekas berulat
batumin – memasang kuda-kuda untuk memulakan kerja.
batunga – menengadah keatas
batuyuk – melambak
bauku – budak kecil baru pandai ketawa
baulih – dapat sesuatu
baungal – bergerak
baunggal – longgar
baupang – berpegang
bawarangan – berbesan
bayaan – sebaya
bayir – heret
bayut – orang yang lembab
beluru – pedal ayam
bibis – sakit perut, gastrik
bibit – ambil
bida – beza
biding – bersegi (bahagian luar), bingkai
bigi – biji
bikut – dipulaukan, boycot
bilang – melampau
bilung – keadaan senget dan bergulung
bilungka/balungka – timun karayi
bingsul – keluar
bincul – benjol
bingkawan – tulang kayu membuat atap
bingking – bergaya, bersolek
bini – isteri
bisa – boleh, pandai
biskar – basikal
bitau – bodoh
biyal – tanda kerana digigit nyamuk atau binatang
biyuku – penyu
buat – masukkan
bubuhan – kaum keluarga, kalangan
bubungan – bumbung
bubus – bocor atau koyak yang besar
budas – membuta tuli?
bujur – betul, benar
bukah – berlari
bulik – balik
bumbunan – ubun-ubun
bungas – cantik, anggun
bungkam – terpaku/ terdiam
bungkas – terbuka ikatan kerana terlalu besar/ penuh
bungul – bodoh
burinik – tanda-tanda, buih kecil
buris – buncit
buting – bilangan barang
buyut – cicit

C
cabur – terjun dalam air
cacak – pacak / cicak
cacap – cecah
cagar – agar, supaya
cagat – tegak
cakah – sombong
cakang – cabang
calap – rendam
caluk – seluk
cangkal – cekal
cangkir – cawan
cangul – menampakkan muka
cantung – side burn
caram – banjir (sedikit), ditengeelami air
carubu – mencarut
catuk – ketuk
cibuk – ceduk air
cileng – tenung dengan mata terbeliak kerana marah
cingkoi – tak berdaya
cirat – cerek
culup – celup
cuntan – curi
curik – telinga bernanah
cuur – bertanya asal usul salasilah keluarga

D
dadai – sidai
dadaian – ampaian
dadang – dipanaskan berdekatan dengan api
daham – jangan
damaran – lampu panjut yang dipasang pada malam likur
damia – begini
damintu – begitu
damit – kecil
dangkak – mencangkong
dangkung – bahagian depan kaki
dauh – beduk, gendang besar
diang – nama umum bagi budak perempuan
dimapa – bagaimana
dingsanak – adik beradik
dipalar – dijimat
diparung – dipanggang
disasala – dicelah-celah
diulah – dibuat
dudi – kemudian
duduaruh – hari sebelum hari kenduri kawin
dugal – bodoh alang
G
gabang – kain selimut
gaduk – besar
gadur – tempayan kecil bermulut besar
gagahap – terbuka
gagatas – sejenis kuih
gagau – mencari sesuatu menggunakan tangan
gahak – kuat makan, selera besar
gair – gayat, ngeri
galianan – geli
galir – longgar
galiyur-galiyur – mundar-mandir
galah – halau
galuh – nama umum bagi budak perempuan
gamat – perlahan
gamit – cuit
gampir – berpasangan
gampiran – pasangan, pengikut
ganal – besar
gancang – kuat
gangan – kuah
gani’i – tolong, bantu
gantal – potong melintang dengan parang
ganyir – hanyir
gapit – kepit
garih – siang ikan, dll
garing – demam
garingitan – geram
garitik – berdetik
garutuk – bunyi perlahan
gasan – untuk
gatuk – senggol,
gawi – kerja
gawil – cuit
gayat – potong melintang (biasanya benda besar)
gayur – lemah/ lembik (orang)
gelitiran – menggigil
geol-geol – keadan yang bergoyang / longgar
gerinting – ikan kering
gerudihan – selekeh
gibit – cubit
gigir – bising, kecoh
gigitak/bibitak – labah-labah
gimit – perlahan
gin – juga
gipih – pipih
girek – tayar
gisang – tenyeh
giwang – joran
gubih – besar dan longgar (pakaian)
gugut – gigit, gonggong??
guha – gua
gulu – leher
gumbang – tempayan
gunggum – angkup, plier
guri – tempayan
guring – tidur
gusari – ditegur, dileter
gutak – digoyang dengan kuat
H
habang – merah
habuk – kelabu/ coklat
hadang – tunggu
hagan – untuk
hagian – bahagian
hahar – raba dengan kasar
haja – sahaja
hajan – teran
hakun – setuju
halam – dahulu
halapat – dicelah-celah, diantara
halar – kepak
halat – selang, dipisahkan oleh sesuatu
halilipan – lipan
halimanyar – binatang macam lipan, kecil dan bercahaya
halin – tidak banyak, susah diperolehi
halui – kecil
hambal – tilam/tikar tempat tidur
hambalingan – tidur bergelimpangan
hambat – pukul dengan tali/ rotan
hambayutan – terkena kesannya
hambin – dukung
hampalingan – berserakan
hampapai – jeruk kulit cempedak
handap – pendek
handayang – pelepah kelapa
hangkup – hantuk
hantalu/ hintalu – telur
hantang – terdedah tidak bertutup/
hantas – jalan pintas
hantimun – timun
hantup – 1. berlaga 2. makan dengan lahap (kata kasar)
hanyar – baru
hapak – 1. bau busuk 2. memburukkan/memperkecilkan orang lain
hapat – bahagian
hapuk -
haragu – pelihara
harakan – selsema
haram – eram
haran – banyak pakai
harat – cantik, hebat
haru – kacau
haruk – busuk
hatap – atap
hawai – rasa keseorangan, sunyi
hawar – 1. sejenis penyakit ayam 2. perbuatan menghayun sesuatu benda (galah)
hawas – penglihatan baik
hawat – lambat
hayam – ayam
hayau – rayau
hayumu – hama, kuman
hibak – penuh
hidin/ sidin – dia, panggilan hormat
higa – tepi
hilai – menganginkan padi dengan nyiru untuk mengasingkan hampa.
himui – malu
himung – rasa seronok
hinak – nafas
hindik – tekan dengan menghentakan kaki/ badan
hinggan – had, batasan
hingkat – boleh, berupaya
hingkul – kawasan kerja yang terlalu sempit.
hinip – senyap
hinya – biarkan
hirang – hitam
hirani – peduli
hiring – menyenget
hiyau – panggil
hiyut – hisap
hulun – menjadi hamba
humap – rimas kerana panas
humbang – baling
humpil – umpil, cungkil
hundang – udang
hungkar – bongkar, dikeluarkan
hungku/hangku – agaknya
I
idabul – idea, pendapat
igut – gigit, sengat
i-ilah – seperti
ikam – awak
ikung – ekor
ikup – peluk
ilah – seperti
ilai – hayun tangan
ilan – terjaga dari tidur
ilang – melawat, ziarah
ilat – lidah
ilun – bunyi
imat / imit – jimat
imbah/ limbah – selepas itu, setelah selesai
impu – mengasuh/memelihara bayi
incaan – main-main/tiruan
inci – pewarna makanan
incit – secara sikit-sikit
indap – hendap, intai
indung – ibu
ingar – terganggu
inggang – keadaan yang tak tegap
inggih – ya
inggur – bergoyang, tak tegap
ingkang – kelengkang
ingu/ ingun – pelihara
inguh – ada rasa
injing – tarik /piat telinga
intang – dekat
intel – kedudukan hendak jatuh
intoh – tahan disimpan
inya – ia, dia
itih – lihat dengan teliti
iwak – ikan, lauk
J
jabis/jabik – jambang
jabuk/japuk – reput
jagau – jantan, jaguh
jajak – pijak
jaka – jika
jamba – tangkap dengan cepat
jamus – rambut tak bersikat
janak – tidur lena
janar – kunyit
japai – pegang, sentuh
jara – jeran, serik
jarang – didih, jerang
jatu – kutip
jelukap – pokok pegaga
jikin – alas periuk/kuali.
jimus – basah kuyup
jingkar – hampir mati
jinting – jinjit.
jubung – penuh membukit
jugut – rambut panjang tak terurus
juhut – tarik (benda panjang, spt tali, benang)
jujuran – hantaran kawin
jujut – jahit (benang)
julak – bapa saudara
julung – beri
jumput – diambil dengan tangan
junggat – jungkit
juong – tolak
jurai – menyirat jala / pukat
jurak – jolok, kait
K
kabisaan – kepandaian, kemahiran
kabungkalanan – tercekek
kacak – ramas
kacar – kecur, teringin
kada – tidak
kada tapi – tak berapa
kadada – tidak ada
kadal – daki
kadap – gelap
kadapan – longgaokan jerami padi
kaganangan – teringat
kaina – nanti dulu
kair – kais mengunakan kayu dsb.
kajal – sumbat, bersempit-sempit
kacawaian – melambai-lambai
kakadut – bungkusan kain yang diikat
kakamban – selendang
kakas – selongkar
kakuar – galah
kalacingan – anak ikan haruan
kalapakan – melompat-lompat
kalau (mangalau) – kaedah memancing ikan haruan
kalibir – kulit
kalimpanan – mata termasuk sampah
kalipit – dilipat
kalipitan – terdesak
kalu – kalau
kalum – terompah
kalumpanan – terlupa
kambang – bunga
kambuh – campur
kamir – adunan yang sudah naik
kampil – beg
kanas – nenas
kancang – kencang, penuh, padat
kancing – tutup (pintu, jendela)
kancahungan – sebuk berborak/
kancur – sejenis tumbuhan seperti halia
kancur jerangau – saudara bau-bau bacang
kandal – tebal
kapiting – kunci mangga
kapung – kejar
karaing – orang yang suka bergaduh
karamian – rasa seronok
karamput – menipu
karau – garang (orang), nasi keras
karawila – petola
karidipan – bergerak-gerak
karik – habis
karindangan – teringat-ingat, kerinduan
karium – menahan ketawa
kariup – dijerut, dicerut
kariwitan – benda kecil panjang (spt cacing) yang sentiasa bergerak-gerak
karubut-karubut – bergerak-gerak secara tersembunyi
karucut – mengecut
karudut – berkedut
karukut – garu dengan kasar, cakar
karumut – ruam panas
karungkung – kulit keras
kasai – sapu dengan ubat
kasadakan – tersedak
kasulitan – benda terselit dicelah gigi
kasumba – pewarna kain/makanan
kataraan – tempat ayam mengeram
katik – picit butang
katiwa (tatiwa) – satu daripada bahagian rumah
kato – pucuk manis
katuhukan – selalu sangat
katuju – suka, setuju
katulahan – balasan kerana derhaka kpd orang lebih tua
katup – tutup
kaur – penglihatan kabur, rabun
kawa – boleh, berupaya
kawai – lambai
kawat – mata kail
kawitan/ kuwitan – ibu-bapa
kaya – seperti
kaya apa – macam mana
kayi – ibu
kelambuwai – gondang mas
kelayangan – layang-layang
kerasaan – perasan
ketulahan – mendapar balasan kerana derhaka/ melawan orang yang lebih tua
ketulangan – tulang tersengkang ditenggorok
kijim – tutup mata
kijip – kenyit mata
kikeh – kais
kilar – jeling
kilau – meratah lauk
kileng – lambat besar
kilir – asah
kilum – tak ada gigi
kiming – dipegang-pegang dan dipicit-picit
kimpus – semakin kecil
kipai – terpelanting
kipit – sempit
kipung – ratah biasanya yang berbentuk serbuk
kipit – sempit
kirip – kelip mata
kitar – alih
kitihan – makanan ringan
kiting-kiting – dijinjit
kiwa -kiri
kuantan – periuk
kubas – luntur warna
kubui – jirus
kuhup – terkurung dalam keadaan panas
kukuar – galah
kukut – diambil dengan kasar dan banyak menggunakan tangan
kulaan – saudara mara
kulacak – diramas/ diuli
kulang kisar – gelisah
kular – kuyu (mata)
kulayak – siat
kulimbit – kulit
kulir – malas
kumai – kekisi rumah
kumpa – pam
kumpai – rumput
kunat – tanpa pada kulit kerana luka/kudis
kurihing – senyum
kuring – kudis
kuringis – teresak-esak
kuriping – bersisik
kuritis – dikopek menggunakan kuku jari
kurup – malap
kustila – buah betik
kutal – guntingan rambut tak rata
kutang – coli
kutil – makan atau ambil sedikit-sedikit
kutung – tudung kepala
L
laai – habis
lacit – meresap keluar, bocor
ladar – ledar (rasa), suam (air)
lading – pisau
laih – penat
lajak – sentiasa dipakai
lajang – terlebih kehadapan
lakasi – cepatlah
lalapan – sayur-sayuran
lali – nyanyok
lamak – gemuk
lamari – almari
lanah – cair
landap – tajam
landas – mengalir laju
landau – tidur kesiangan
langgar – surau/madrasah
langis – habis tak ada yang tinggal langsung
langkut – gigi bahagian bawah kedepan
lanjar – panjang akal
lanji – gatal, mengada-ngada
lanjing – keadaan yang mengelebeh (seperti getah)
lanjung – bakul besar biasanya yang boleh diletakkan dibelakang
lantih – orang yang petah bercakap, biasanya perempuan
lapai – menyapu tubuh dengan air
larang – mahal
lareng – garing
latang – rasa air macam hangus
laung – pakaian adat pahlawan banjar
laus – sejenis tumbuhan macam lengkuas
lawan /awan/ wan – dan
lawang – pintu
lawas – lama
lawatan – pergi kenduri
layat – liat
layau – 1. melimpah, 2.merayau, menyimpang ketempat lain
layip – pitam
layur – dilalukan diatas api supaya layu
libak – kawasan berlopak / atau berlubang sedikit
libas – dah habis musim
lihum – ??
likah -
likit – menyelakan api, lekat
lilik – mengendeng, teringin
limbah/ imbah – selepas itu, setelah selesai
limbak – melimpah kerana penuh
limbui – basah kuyup oleh peluh
limir – lembek macam berair
limot – berlumur dengan minyak yang banyak
limpak – sompek
limpap – kemek
limpas – terlampau penuh
limpat – melebihi had
limpih – penyek
limpua – terlajak
linak – lunyai
lincai – dipijak-pijak
lincip – tajam
linek – lumat
lincip – tajam
lingai – kawasan semak yang telah dibersihkan
lingir – tuang air dalam cawan
lingkah – hilang kesan warna/kotoran
lingkang – langkah
lingkuk – bengkok
lingkup – dikemaskan (kelambu / kain) /
lingo – jemu
lintuhut – lutut
lipih – lipat dan masukkan kedalam
lipung – melepasi, melebihi
lipus/ lupus – melebihi
lirip – hiris
liung – ditinggal, tidak dikira
liup/liut – pengsan
luai – sejenis penyakit tanaman
luak – luah, muntahkan
luang – lubang
lucung – terlepas
ludus – jalan dalam semak yang sudah terang kerana kerap dilalui
luhau – orang yang banyak cakap (biasanya lelaki)
lukup – tindih
lului – tercicir
luluk – kawasan tanah yang berlumpur
lulun – menggulung benda panjang dan besar (spt tikar)
lulungkang – tingkap
luman – belum
lumbah – lebar (kain)
lumbus – bocor bahagian bawah
lumor – 1. lumur, sapu 2. terhakis
lunau – lecak
luncup – runcing
lungkas – suara yang jelas dan terang
lungkup – ditutup / ditindih dengan badan
lungsak – luka
lungur – botak, gondol
lunta – jala
lunok batis – bahagian belakang betis
lupus/ lipus – melebihi
luput – tidak mengena sasaran
lusukan – iakn haruan yang sederhana besar
luyut – lecur
M
maarit – merasa sakit/ susah
macal – degil, nakal
macan – harimau
madam – pergi merantau
madat – candu
magan – boleh
magun – masih
mahalabiu – mengata, merepek
mahapak – mempeleceh, menempelak
maheng – liat, keras
mahingak – susah bernafas
mahingal – tercungap-cungap
mahingut – bau yang kuat
mahirip – serupa, seakan-akan
mahong – bau maung
mahulut – mengejek
mahuruni – melayan, menjaga
maigau – mengigau
mailangi – menziarahi
maingkang – jalan mengengkang
maingking – berjalan pantas dengan geram
maka am – oleh itu, itulah
malacung – melompat
malah – haus hendak minum
malala – membuat minyak dari santan kelapa
malalar – merebak, melarat
malalur – tidur hingga siang, lambat bangun.
malapuk – lepak
malaran – sekurang-kurangnya adalah juga
malarak – kembang
malatik – baru tumbuh, bercambah
malatop – melecet
malikap – melekat
malilik – mengorat, teringin
maling – pencuri
malining – berkilat
mamadar – 1. nasi sudah masak tapi dibiarkan supaya kering,
mamadar – 2. berbaring-baring setelah terjaga dari tidur.
mamak – empuk
mamandir – berborak
mamicak – kuat tidur
mampilak – putih melepak
manahakan – membayangkan
manangkul – menyangkal
manau – ikan timbul kerana mabuk
mancarucus – bercakap cepat
manciar – meleleh air liur
mancigu – tersedu (budak kecil)
mancirat – berkilau
mancurat – memancut
mandam – terpaku, tergamam
mandangani – menemani
mangalunyur – meluncur
mangaradau – bercakap tak tentu bab
mangaramput – berbohong
mangarumbungi – berpusu mengelilingi sesuatu
mangayumuh – bercakap seperti hendak menyembunyikan sesuatu
manggah – semput
mangganang – merasa rindu, mengenang
manggani’i – menolong
mangaruh – berdengkur
manggarunum – bersungut
manggurak – mendidih
mangincang – berjalan laju kerana marah
maniwas – menuduh
manjelujuk – rasa hendak muntah
manoh – pendiam
mantuk – balik, cukup
manuha’i – menjadi ketua
manumat – usaha memulakan kerja.
manyapung – mendekut burung
manyinggai – menyahut
maragat – ikut jalan pintas
maraha – tak apalah! biarlah!
maram – mendung
marangut – masam muka
maras – kasihan
marau – rambut tak berminyak
marawa – menyapa
mariga – sendawa
marina – bapa/ibu saudara
marinaan – anak saudara
marista – sedih
mariwa – melihat jerat, perangkap, jaring dsb.
maruwai/miruwai – hubungan antara menantu dengan menantu
masigit – masjid
matan – daripada
mati/pati – tak berapa
mauk – mabuk
maulah – membuat
maumat – boleh ditarik-tarik (flexible)
maunjun – memancing
mawah – risau, bimbang, susah hati
mawaluhi – menipu
mayu – cukup
minek – pening
minjangan – rusa
mintuha – mentua
miris – bocor
mitak – hidung penyek
muak – muntah
muha – muka
muhara – muara
mulong – jelaga
mulud – maulud
mumui – berdarah dengan banyak
mungau – tak senonoh
mungkana – kain telekung
mungkung – bentuk cekung
mun/ amun – jika
muntung – mulut
muriat – rasa tak sedap badan, macam nak demam
muring – kotor, comot
muru’ – cuaca mendung
murung – muka masam
muyak – jemu
N
nahap – teguh, tahan
namuni – menemui
nanar – sentiasa sama, tidak berubah
nandu/pinandu – kenal
nang – yang
nangguh – agak
napa – kenapa
napa-am – itulah!
naran – betul, benar
nauhan – orang yang serasi bercucuk tanam atau berternak, serbajadi
naung – teduh
ngalih – susah
ngaracat – mengecut
ngaran – namangilau – meratah lauk
ngayatap – tak berhenti buat kerja (kerja kecil-kecil)
nginang – makan sirih
nginging – bunyi berdengung ditelinga
ngingir – rasa kebas-kebas, sengal
nginum – minum
ngulintar – curi tulang
ngulintir -
nimbai/timbai – mencampakkan, membaling
ninip – amat berhati-hati, teliti
nuheng – membelah dengan kapak
numbi – naik taraf, membesarkan (rumah)
nungkali – menepung tawar
nyaman – sedap, senang
nyanyat – berulang-ulang
nyarak – api yang kuat
nyinggahi – singgah
nyinggai – menyahut panggilan
P
paasian – menurut kata
pacang – untuk, agar
pacul – tanggal
padah – kata, memberitahu
padak – hidung rasa tersumbat
padar – panaskan
padu – dapur
pagat – putus
paharatnya – paling sibuk
pair – seret kerana terlalu panjang
pais – lepat pisang, ikan dikukus dalam daun pisang
paja – pekasam
pajah – padamkan api
pajal – benam
pakulihan – pendapatan
palak – asap
palingau-palingau – tertinjau-tinjau
palipitan – 1. sisi kain yang dijahit 2. waktu susah, terdesak
pamalar – kedekut
pamali – berdosa, sesuatu yang dilarang agama
pambuong – bahagian tetulang atap rumah
pamburisit – penakut
pampah – dilanggar
pampan – lubang yang tertutup
pamuga/ puga – permulaan
pancau – tinggi
panci – periuk
pandal – alas
pandir – berbual
pandit – surut
pandudian – paling terkemudian
panjar – baji
pang – lah!
pantar – sebaya
pantau – lempar
panting – sengat
papaci – kaca
papadaan – sesama kita
papajar – pengeras (perubatan tradisional)
paparujuk – berjalan mundar-mandir tak dapat benda yang dicari
papatin – hari lahir
paragahan – menunjuk-nunjuk
parak – dekat
parani i – pergi menyusul
parawaan – suka menegur
parayaan/ paraya – tak payah, tak perlu
paring – buluh
pariyannya – misalnya
parudan – penyagat kelapa
paruna – cantik, kacak
parung – salai
patak – sembunyi
pates – tapis
pati/mati – tak berapa
patuh – kenal
patuhan – kenalan
paung – benih
payat – suara parau
payu – laku
picak – buta
picik – picit
piit – bersembunyi
pina – seolah-olah
pingkalung – baling dengan kayu/ benda panjang
pingkur – tak lurus
pingkut – pegang
pingsar – menahan rasa yang teramat sakit
pinjung – penjuru, terpencil
pipikangan – pangkal paha sebelah dalam.
piragah – menunjuk-nunjuk
pariannya – misalnya
pirik – giling, lenyek
piruhut – pegang kuat supaya tidak terlepas
pirut – senget
pisit – ketat
puang – kosong
pucirin – longkang laluan air basuhan dari dapur
puga – yang permulaan
pukah – patah
pukung – bayi dibuaian dalam keadaan duduk
pulir – sapu bersih
pulang – lagi
pumput – kontot
punah – selesai
pundung – bedung
pundut – bungkus
pupudak – nama sejenis kuih
pupuh – pukul dengan kayu dll
pupur – bedak
puruk – pakai
purun – tak malu
purut – lurut
pusang – keluh kesah, runsing
pusut – gosok dengan perlahan dan penuh kasih sayang
putik – petik
R                                                        
raat – suara serak
racap – kerap, selalu
ragap – dakap
rahai – terburai, barai
rahat – ketika
rakai – rosak
rakat – akrab
rakungan – tekak
ramba – berdaun lebat
rampit – rapat
ranai – senyap
rangat – retak
ranggam – ketam kayu
ranggaman – ketam padi
ranggi – nekad, daring
ranjah – rempuh
rantang – mangkuk tingkat
rantas – tetas 2.rentas
rapai – tertanggal dari tangkai
ratik – sampah
raub – himpun dengan tangan
raum – pitam
rawa – sapa
rawis – menghayun parang
ricih – potong kecil-kecil
rigat/ igat – kotor
rigi – rela
rikai – patah dahan
rimbas – menebas dengan parang bengkok
rimbat – rembat, rentap
rimpe – pisang salai
ringkut – penat kerana kerja berat
ripai – sekah
ripu – masak ranum
ruak – dituang (benda bukan cecair)
rubui – ditaburi
ruha – keadaan yang besar, sasah hendak diangkat.
ruhui – selesai, bersetuju
rumbih – tanah runtuh
rumpung – rongak
rungkang – berlubang, robek
rungkup – diterkam
rungkau – cekau
rupoi – rapoh
S
sahan – pikul
sahang – lada sulah
saing – rajin
salajur – terlanjur, kebetulan
salawas – selama
salayaan – kerja tak berfaedah
saling – ??
salok – kepung
salukut – bakar
salumur -kulit ular
sambat – sebut, dicakapkan, mengata
sampiluk – daun yang dilipat untuk disikan adunan kuih dsb.
sampiyan – awak
sampraka – sempurna
sampuk – cukup panjang, mencecah
sampurut – memluk tubuh kerana sejuk
samunyaan – semua
sandal – sendal
sandu – buat hal sendiri
sanga – goreng
sangu – bekalan
santuk – mencecah bahagian atas kerana tinggi
sapalih – sebahagian kecil
sapambarian – ikutlah berapa hendak beri
saput – selimut
sarak – bercerai suami isteri
sarik – marah
saru – panggil
saruan – menjemput
sarubung – tempat menyediakan masakan bila kenduri
sasah – kejar
sasar – semakin
sasarudup/sasarusup – berlari-lari dalam semak
sasingut/ sisingut – misai
sasirangan – kain batik banjar
satayuhnya – biarkan selama mana masa mengizinkan
satumat – sekejap
satumbang – 1. semenjak, 2. sekali ganda
saumuran – seumur hidup
saung – laga
sawalas – sebelas
sawat – sempat
sayat – siat, potong
selipang – tarmos, tempat simpan air
sembako – keperluan asas
sigar – segar
sihai – cuaca terang/baik
silip – simpan dengan baik
simbur – simbah
simpun – kemas
simpurut – peluk tubuh kerana kesejukan
sindu – badan yang tegap
singgang – senget
singkai – selak
singkal – otot terasa sakit
singkum – mengemas benda panjang seperti rambut atau rumput yang menjalar
singlang – juling
sintak – sentap
sintar – lampu suluh (suar)
sisipuan – tersipu-sipu
sisiur – pepatung
suah – pernah
suang – subang, anting-anting
suar – lampu picit
suduk – tikam
sugih – kaya
sulah – dahi luas
sulum – masukkan dalam mulut
sumap – kukus
sumpal – tutup lubang (spt botol)
sunduk – kunci (pintu, tingkap)
sungeng – bunyi yang menyakitkan telinga
sungkal – gali
sungkup – menyembamkan muka
supan – malu
surangan – sendiri
suroi – sikat rambut
susuban – tertusuk benda tajam
sutil – mudah
T
taarunuh – mengerang menahan kesakitan
tabarung – bertembung masa
tabarusuk – terperosok
tabat – empang
tabuncalak – terbeliak
taburahai – terburai
tadung – ular
tagah – semak, belukar
tagak – nampak seolah-olah
tagaknya – nampaknya, seolah-oleh
tagal – tetapi
tagalimpas – terjatuh…
taguh – kuat, teguh
taguk – telan
takujihing -
takalulung – mengecut dan bergulung – (makan sotong dibakar)
tahaba/ tahaga – terjumpa
tahangkang – terkangkang
tahanjat – tersentak
tahur – melunaskan hutang
tajarungkup – jatuh tertiarap
tajun – terjun
tajungkang – terbalik/ tertelentang
tajungkalak – terjatuh
takai – sentiasa tersedia
takambit – bercantum
takarium – tersenyum simpul
takipik – tersentak ketika tidur (biasanya bayi)
takisir – mengending,
takujajang – lari lintang pukang
takujihing -
takulayak -
takulibi – mencebekkan muka
takusasai -
takun – tanya
takutan – takut
takuringis -
talah – selesai
talam – dulang
talasan – kain basahan
taleh – tembolok
talu – tiga
talukup – tertiarap
taluwalas – tigabelas
tamam – teguh
tambal – tampal
tambarungan – tempat mengisi ikan tangkapan
tampaian – kelihatan
tampirai – alat menangkap ikan, macam lukah
tampiyaan – bengkak pada bahagian pangkal paha.
tampuluan – kebetulan
tampur – ditiup (angin)
tamur – pecah berkecai
tanai – tadah
tandar – alihkan dengan menolak
tandu – usung
tangat – tegah, larang
tanggar – letak diatas tungku
tangguh – teka
tanggui – tutup kepala/ topi
tangking – tangkai
tangkur – ketuk
tantadu – belalang mentadu
tapak – tepuk
tapakalah – dikalahkan
tapal – ditutupi, tampal
tapaling – salah letak, atas jadi bawah, depan jadi belakang
taparaung – bertembung
taparunuk – bahagian badan yang agak mendak
tapas – cuci kain
tapasan – kain cucian
tapih – kain sarung
taperancing – terpercik
tapintang – kebetulan
tapuracik – terpercik
tarait – berkait
taruhan – simpanan
taruhi – simpan
tarukoi/taparukoi – dua kali lima, sepadan
tasalihu – tergeliat
tasarungku – terjatuh ketika berlari
tasmak – cermin mata
tataguk – burung hantu
tatai- disusun sebelah menyebelah
tatakang – terbiar, tiada yang peduli
tatamba – ubat
tatangkut – angkut-angkut (sejenis serangga rupa macam tebuan)
tatawa – ketawa
tating – tatang
taukung – terkurung kerana sesuatu keadaan
tawak – lempar
tawas – jampi
taweng – dinding
tayur – pancurkan
tihang – tiang
tiharap – tiarap
timbai – campak
timbuk – timbus
timpang – alat menangkap ikan, lukah
timpas – tetak dengan parang panjang
timpel – motor sangkut
tingka – tempang
tihir – habiskan sampai kering
tiis – air yang semakin susut
tiken – tekan
tingkau – tinggi
tingkaung – merangkak
tingkung – tangan tak lurus
tinjak – tolak dengan kaki
titik – membuat/membaiki parang /pisau
titir – berulang-ulang
tiwadak – cempedak
tuangan – bekas cetak
tubal – warna kain bertompok-tompok
tugal – membuat lubang untuk menanam benih
tugul – cekal, tekun
tuha – tua
tuhing – dikapak
tuhuk – banyak kali, jemu
tukar – beli
tukup – tutup
tulak – pergi
tulau – keadaan turun warna
tumang – berlubang
tumatan – sejak itu
tumbar – heboh
tumbi – tambah, naik taraf
tumbur – lari lintang pukang
tumbus – tembus
tungap – sambar dengan mulut
tungkal – tepung tawar
tungkaran – halaman rumah
tungkih/ tuhing – dikapak
tungkup – ditutup dengan tudung
tunjul – tolak
tunti – turut, susul
tuntom – teguk, gogok
tuntung – selesai
tureng – berjalur
tutoi – ketuk
tutok – tumbuk (macam tumbuk sambal)
tutuh – memotong dahan pokok
tuup/ tuhup – tutup
tuyuk – longgok
U
udak – kacau (macam kacau dodol)
udal – punggah.
udap – kocakan ikan pada permukaan
udar – belasah, keroyok
ugah – alih
ugai – dipunggah untuk mencari sesuatu
uhu – tidak ada kualiti
uji – manja
ukang – gigit
ulihan – pendapatan
ulun – saya
uma – emak
umai – amboi
umbas – buas
umpah – boros
umpat – ikut
unda – saya
unduh – mengambil buah dengan dipanjat, digoyang sampai jatuh.
ungah – menunjuk-nunjuk kesukaan
ungal – bergerak
ungap – buka mulut
unggal – tidak teguh, bergoyang
ungkai – 1. membetulkan kekusutan, 2. menunjukkan benda yang tersembunyi
ungkap – buka, selak
ungkoi – keadaan badan yang dah tua dan tak bermaya
ungkong-ungkong – duduk termangu-mangu
ungkosi – menanggung perlanjaan
ungut – menung
unjuk – beri
unjun – pancing
unjut – jauh dipedalaman
unjut-unjut – terhenjut-henjut
untal – makan dengan cara terus telan
unyai – ganyang
upal – sudah banyak kali dinasihatkan
upong – sundang kelapa
urah – ejek
urak – buka, bentang
urangan – pepatung untuk menakutkan burung disawah
urik – rintik.
uroi – menganginkan padi untuk mebuang hampa
utau – bahasa isyarat
utoh – nama gelaran bagi budak lelaki
uyah- garam
uyuh – penat
W
wada – dakwa, kecam
wadah – tempat
wadai – kuih
wadai kiping – kuih puteri mandi
wadik – pekasam ikan
wagas – sehat, kuat
wahin – bersin
wahini, wayahini – ketika ini
waluh – sayur labu
waluhi – menipu
walut – belut
wan / awan/ lawan – dengan, dan
wancoh – sudip besar
wangal – bodoh alang
wani – berani
wanyi – lebah
warangan – besan
waras – sehat
warik – kera, monyet
wasi – besi
watun – bendul
wawah – koyak yang besar
wayah – ketika
wayahini – ketika ini, sekarang



Comments

Faridah sofyan said…
Hidup urang banjar... ulun urang banjar martapura; salam buat penulis

Popular posts from this blog

PERISTIWA PEMBAKARAN HOTEL MOUNTBATTEN (HOTEL MERDEKA) PEKANBARU

BURUNG SERINDIT