LITERATUR KERAJAAN SIAK SRI INDRAPURA ( SIAK SRI INDRAPURA KINGDOM LITERATURE)
Istasna Siak |
Kerajaan Siak merupakan kerajaan melayu yang
berada di Propinsi Riau terletak di Kabupaten Siak,Indonesia. Didirikan pertama
kali di Buantan oleh Raja Kecil (Raja Ibrahim) yang merupakan anak dari selir
Sultan Mahmud karena permaisuri Sultan tiada anak, sehingga pada tahun 1699
Sultan Mahmud Syah II wafat digantikan oleh Sultan Abdul Jalil Riayat Syah IV.
Kemudian Raja Kecil melarikan ke Pagar Ruyung, pada tahun 1708 Sultan Abdul
Jalil Riayat Syah memindahkan ibukota Johor ke Bintan,Kepri. Setelah dewasa Raja Kecil di daulat menjadi
Sultan di Bengkalis dan melakukan penyerbuan terhadap Sultan Abdul Jalil dan
akhirnya kalah sehingga menyerahkan kekuasaannya kepada Raja Kecil, Dalam Syair
Perang Siak, Raja Kecil putra Pagaruyung, didaulat menjadi penguasa Siak atas
mufakat masyarakat di Bengkalis, sekaligus melepaskan Siak dari pengaruh Johor.
Sementara Raja Kecil dalam Hikayat Siak disebut juga dengan sang pengelana
pewaris Sultan Johor yang kalah dalam perebutan kekuasaan. Berdasarkan
korespodensi Sultan Indermasyah Yang Dipertuan Pagaruyung dengan Gubernur
Jenderal Belanda di Melaka waktu itu, menyebutkan bahwa Sultan Abdul Jalil
merupakan saudaranya yang diutus untuk urusan dagang dengan pihak VOC. Kemudian
Sultan Abdul Jalil dalam suratnya tersendiri, yang ditujukan kepada pihak
Belanda menyebut dirinya sebagai Raja Kecil dari Pagaruyung, akan menuntut
balas atas kematian Sultan Johor. Sebelumnya
dari catatan Belanda, telah mencatat pada tahun 1674, ada datang utusan dari
Johor untuk mencari bantuan bagi raja Minangkabau berperang melawan raja Jambi.
Dalam salah satu versi Sulalatus Salatin juga
menceritakan tentang bagaimana hebatnya serangan Jambi ke Johor (1673), yang mengakibatkan
hancurnya pusat pemerintahan Johor, yang sebelumnya juga telah dihancurkan oleh
Portugal dan Aceh. Kemudian berdasarkan surat dari raja Jambi, Sultan Ingalaga
kepada VOC pada tahun 1694, menyebutkan bahwa Sultan Abdul Jalil dari
Pagaruyung, hadir menjadi saksi perdamaian dari perselisihan mereka Pada tahun 1718 Sultan Abdul Jalil berhasil
menguasai Kesultanan Johor sekaligus mengukuhkan dirinya sebagai Sultan Johor
dengan gelar Yang Dipertuan Besar Johor, namun pada tahun 1722 terjadi
pemberontakan yang dipimpin oleh Raja Sulaiman anak Bendahara Johor, yang juga
menuntut hak atas tahta Johor, dibantu oleh pasukan bayaran dari Bugis. Akhir
dari peperangan ini, Raja Sulaiman mengukuhkan diri menjadi penguasa Johor di
pedalaman Johor, sementara Sultan Abdul Jalil, pindah ke Bintan dan kemudian
tahun 1723 membangun pusat pemerintahan baru di sehiliran Sungai Siak dengan
nama Siak Sri Inderapura. Sementara pusat pemerintahan Johor yang sebelumnya
berada sekitar muara Sungai Johor ditinggalkan begitu saja, dan menjadi status
quo dari masing-masing penguasa yang bertikai tersebut. Sedangkan klaim Raja
Kecil sebagai pewaris sah tahta Johor diakui oleh komunitas Orang Laut,
kelompok masyarakat yang bermukim pada kawasan kepulauan membentang dari timur
Sumatera sampai ke Lautan Cina Selatan dan loyalitas ini terus bertahan sampai
kepada beberapa keturunan Raja Kecil berikutnya.
Raja Kecil menjadi Sultan dan menetapkan Johor
sebagai ibukota kerajaan Melayu sehingga adanya tindakan Raja kecil terhadap
Sultan Abdul Jalil adalah SBB:
-
Sultan Abdul Jalil
dikembalikan fungsinya sebagai Datuk Bendahara
-
Semula Raja Kecil akan
mengawini Tengku Tengah kemudian berpindah ke Tengku Komariah, Tengku Tengah
merasa dipermalukan oleh Raja Kecil
-
Tidak semua pembesar
kerajaan memihak kepada Raja Kecil, karena pusat pemerintahan Riau-Johor
dipindahkannya ke Bintan tahun 1719.
-
Raja Kecil
menggulingkan Datuk Bendahara kemudian dibunuh oleh Nahkoda Sekam.
Akibatnya perbuatan Raja Kecil, Putra Datuk
Bendahara meminta bantuan Bugis untuk menggulingkan Raja Kecil, Pasukan
Gabungan (Bugis dan Datuk Bendahara) melakukan pertempuran di Pulau
Pengujan,Bayan,Penyengat dan Tanjung Bemban. Sehingga Raja Kecil melarikan diri
ke Siak. Dan akhirnya mendirikan Kerajaan Siak sedangkan di Bintan Sultan
Suleiman menjadi Raja Melayu bergelar Sultan Suleiman Badrul Alamsyah sebagai
hadiah terhadap orang-orang Bugis maka Sultan memberikan mereka kedudukan
sebagai Yang Dipertuan Muda Riau.
Masa Kejayaan,
Kemunduran, Situasi Politik dan Ekonomi.
Lambang Kerajaann Siak |
Sepeninggal Raja Kecil tahun 1746, klaim atas
Johor memudar, dan pengantinya Sultan Mahmud fokus kepada penguatan
kedudukannya di pesisir timur Sumatera dan daerah vazal di Kedah dan kawasan
pantai timur Semenanjung Malaya. Pada tahun 1761,
Sultan Siak membuat perjanjian ekslusif dengan pihak
Belanda, dalam urusan dagang dan hak atas kedaulatan wilayahnya serta bantuan
dalam bidang persenjataan. Walau kemudian muncul dualisme kepemimpinan di
kerajaan ini yang awalnya tanpa ada pertentangan di antara mereka, Raja
Muhammad Ali, yang lebih disukai Belanda, kemudian menjadi Sultan Siak,
sementara sepupunya Raja Ismail, tidak disukai oleh Belanda, muncul sebagai
Raja Laut, menguasai perairan timur Sumatera sampai ke Lautan Cina Selatan,
membangun kekuatan di gugusan Pulau Tujuh.Sekitar tahun 1767, Raja Ismail,
telah menjadi duplikasi dari Raja Kecil, didukung oleh Orang Laut, terus
menunjukan dominasinya di kawasan perairan timur Sumatera, dengan mulai
mengontrol perdagangan timah di Pulau Bangka, kemudian menaklukan Mempawah di
Kalimantan Barat. Sebelumnya Raja Ismail juga turut membantu Terengganu
menaklukan Kelantan,
Hubungan ini kemudian diperkuat oleh adanya ikatan
perkawinan antara Raja Ismail dengan saudara perempuan Sultan Terengganu.
Pengaruh Raja Ismail di kawasan Melayu sangat signifikan mulai dari Terengganu,
Jambi dan Palembang. Laporan Belanda menyebutkan Palembang telah membayar 3000
ringgit kepada Raja Ismail agar jalur pelayarannya aman dari gangguan,
sementara Hikayat Siak menceritakan tentang kemeriahan sambutan yang diterima
oleh Raja Ismail sewaktu kedatangannya ke Palembang.Pada abad ke-18 Kesultanan
Siak telah menjadi kekuatan yang dominan di pesisir timur Sumatera. Tahun 1780
Kesultanan Siak menaklukkan daerah Langkat, dan menjadikan wilayah tersebut
dalam pengawasannya, termasuk wilayah Deli dan Serdang. Di bawah ikatan
perjanjian kerjasama dengan VOC, pada tahun 1784 Kesultanan Siak membantu VOC
menyerang dan menundukkan Selangor, sebelumnya mereka telah bekerjasama
memadamkan pemberontakan Raja Haji Fisabilillah di Pulau Penyengat. Kesultanan Siak Sri Inderapura mengambil
keuntungan atas pengawasan perdagangan melalui Selat Melaka serta kemampuan
mengendalikan para perompak di kawasan tersebut. Kemajuan perekonomian Siak terlihat dari
catatan Belanda yang menyebutkan pada tahun 1783, ada sekitar 171 kapal dagang
dari Siak menuju Malaka. Siak menjadi kawasan segitiga perdagangan antara
Belanda di Malaka dan Inggris di Pulau Pinang.
Namun disisi
lain kejayaan Siak ini memberi kecemburuan pada keturunan Yang Dipertuan Muda
terutama setelah hilangnya kekuasaan mereka pada kawasan Kepulauan Riau. Sikap
ketidaksukaan dan permusuhan terhadap Sultan Siak, terlihat dalam Tuhfat
al-Nafis, di mana dalam deskripsi ceritanya mereka mengambarkan Sultan Siak
sebagai orang yang rakus akan kekayaan dunia.
Peranan Sungai Siak sebagai bagian kawasan inti dari kerajaan ini
berpengaruh besar terhadap kemajuan perekonomian Siak Sri Inderapura. Sungai
Siak merupakan kawasan pengumpulan berbagai produk perdagangan, mulai dari
kapur barus, benzoar bahkan timah dan emas. Sementara pada saat bersamaan
masyarakat Siak juga telah menjadi eksportir kayu yang utama di Selat Malaka
serta salah satu kawasan industri kayu terutama untuk pembuatan kapal maupun
untuk bangunan. Dengan cadangan kayu yang berlimpah, pada tahun 1775 Belanda
mengizinkan kapal-kapal Siak mendapat akses langsung kepada sumber beras dan
garam di Pulau Jawa, tanpa harus membayar kompensasi kepada VOC namun tentu
dengan syarat Belanda juga diberikan akses langsung kepada sumber kayu di Siak,
yang mereka sebut sebagai kawasan hutan hujan yang tidak berujung.
Dominasi Kesultanan Siak terhadap wilayah pesisir
pantai timur Sumatera dan Semenanjung Malaya cukup signifikan, mereka mampu
mengantikan pengaruh Johor sebelumnya atas penguasaan jalur perdagangan, selain
itu Kesultanan Siak juga muncul sebagai pemegang kunci ke dataran tinggi
Minangkabau, melalui tiga sungai utama yaitu Siak, Kampar, dan Kuantan, yang
sebelumnya telah menjadi kunci bagi kejayaan Malaka. Namun demikian kemajuan
perekonomian Siak memudar seiring dengan munculnya gejolak di pedalaman Minangkabau
yang dikenal dengan Perang Padri. Ekspansi kolonialisasi Belanda ke kawasan
timur Pulau Sumatera tidak mampu dihadang oleh Kesultanan Siak, dimulai dengan
lepasnya Kesultanan Deli, Kesultanan Asahan dan Kesultanan Langkat, kemudian
muncul Inderagiri sebagai kawasan mandiri. Begitu juga di Johor kembali
didudukan seorang sultan dari keturunan Tumenggung Johor, yang berada dalam perlindungan
Inggris di Singapura. Sementara Belanda memulihkan kedudukan Yang Dipertuan
Muda di Pulau Penyengat dan kemudian mendirikan Kesultanan Lingga di Pulau
Lingga. Selain itu Belanda juga mempersempit wilayah kedaulatan Siak, dengan
mendirikan Residentie Riouw pemerintahan Hindia-Belanda yang berkedudukan di
Tanjung Pinang.
Tarik ulur
kepentingan kekuatan asing terlihat pada Perjanjian Sumatera antara pihak
Inggris dan Belanda, menjadikan Siak berada pada posisi yang dilematis, berada
dalam posisi tawar yang lemah. Kemudian berdasarkan perjanjian pada 26 Juli
1873, pemerintah Hindia-Belanda memaksa Sultan Siak, untuk menyerahkan wilayah
Bengkalis kepada Residen Riau. Namun di tengah tekanan tersebut Kesultanan Siak
masih mampu tetap bertahan sampai kemerdekaan Indonesia, walau pada masa
pendudukan tentara Jepang sebagian besar kekuatan militer Kesultanan Siak sudah
tidak berarti lagi. Sultan Syarif Kasim II, merupakan Sultan Siak terakhir yang
tidak memiliki putra, seiring dengan kemerdekaan Indonesia, Sultan Syarif Kasim
II menyatakan kerajaannya bergabung dengan negara Republik Indonesia sehingga
hal ini membuat Kerajaan yang berada diPesisir Timur Sumatera menanggalkan
pemerintahan yang berbentuk kerajaan dan menggabungkan diri dengan Republik
Indonesia
DAFTAR RAJA-RAJA SIAK SRI INDRA PURA
TAHUN
|
NAMA
|
PERISTIWA
|
1723-1746
|
Yang
Dipertuan Besar Siak, Sultan Abdul Jalil Syah
|
|
1746-1761
|
Sultan
Abdul Jalil Syah II, Sultan Mahmud
|
Memindahkan
pusat pemerintahan ke Mempura
|
1761-1761
|
Sultan
Abdul Jalil Syah III, Raja Ismail[
|
Dipaksa
VOC turun tahta, kemudian berkelana selama 18 tahun
|
1761-1770
|
|
Masa
peralihan
|
1770-1779
|
Sultan
Abdul Jalil Muazzam Syah, Raja Muhammad Ali
|
Johor
telah menjadi bagian dari Siak Sri Inderapura, Mengizinkan pendirian Kerajaan
Negeri Sembilan tahun 1773
|
1779-1781
|
Sultan
Abdul Jalil Syah III Raja Ismail
|
Sultan
Abdul Jalil Syah III
Raja Ismail
|
1781-1791
|
Sultan
Abdul Jalil Muzaffar Syah, Sultan
Yahya
|
Pada
tanggal 1 - 8 - 1782 membuat perjanjian dengan VOC dalam berperang melawan
Inggris, Meninggal dunia tahun 1791 dan dimakamkan di Tanjung Pati (Che
Lijah, Dungun, Terengganu, Malaysia)
|
1791-1811
|
Sultan
Abdul Jalil Saifuddin, Sultan Sayyid Ali
|
Putra
dari Sayyid Osman al-Syaikh 'Ali Ba' Alawi, yang menikahi cucu perempuan Raja
Kecil
|
1811-1827
|
Sultan
Abdul Jalil Khaliluddin, Sultan Sayyid Ibrahim
|
Membuat
perjanjian kerjasama dengan Inggris tanggal 31 Agustus 1818. Kemudian dengan
Belanda tahun 1822 Pengaruh dari Perjanjian London tahun 1824, beberapa
wilayah Siak lepas dan menjadi bagian dari kolonialisasi antara Inggris dan
Belanda. Johor lepas dari Siak, berada dalam pengawasan Inggris. Pulau Lingga
menjadi wilayah pengawasan Belanda.
|
1827-1864
|
Sultan
Abdul Jalil Jalaluddin, Sultan Sayyid
Ismail, Mangkubumi Sayyid al-Syarif Jalaluddin 'Ali Ba' Alaw
|
Menerima
perjanjian baru dengan Inggris tahun 1840. Tahun 1864 dipaksa Belanda turun
tahta
|
1864-1889
|
Sultan
Syarif Kasim I
|
Pengangkatannya
mesti disetujui oleh Ratu Belanda, Belanda menempatkan controleur di Siak, Diperebutkan
oleh Inggris dan Belanda dalam Perjanjian Sumatera
|
1889-1908
|
Yang
Dipertuan Besar Syarif Hasyim Abdul Jalil Saifuddin, Sultan Syarif Hasyim
|
Meresmikan
Istana Siak Sri Inderapura
|
1915-1945
|
Yang
Dipertuan Besar Syarif Kasyim Abdul Jalil Saifuddin, Sultan Syarif Kasim II
|
Menyerahkan
kerajaannya pada pemerintah Republik Indonesia
|
SUMBER:
*Berdasarkan
catatan Belanda, Raja Ismail lebih dikenal sebagai bajak laut.
**Berdasarkan
Syair Perang Siak
|
Ket: Bahwa Belanda yang bercokol di kawasan
bumi melayu memberikan praktek pecah belah(devided et impera) antara
kerajaan yang ada disekitar, sehingga memperlemah kerajaan melayu adanya
suatu kepentingan meduduki kekuasaan ini juga memperlemah hegemoni kerajaan
tersebut yang membuat mereka bertahan hanyalah satu yaitu terpaksa mengikuti
kehendak Belanda supaya dalam kegiatan politik,ekonomi tidak menimbulkan
korban jiwa. Dengan tarik-ulur perjanjian dan siasat yang bisa membuat
bertahan walaupun diantara mereka ada yang berselisih sehingga belajar dari
pengalaman dan sejarah itulah mereka bisa bertahan.
|
Sumber
*) Asril,Spd.2008.module Sejarah Riau.Pekanbaru:Cendekia Insani
Comments
Post a Comment